JAKARTA – Banyak artis terkenal yang
bermasalah dengan narkotika , sebut saja Whitney Houston , Michael Jackson,
mereka adalah penyalah guna narkotika yang momentum berita kematiannya
menghebohkan dunia, banyak pula artis penyalahguna saat ini dalam perawatan
rehabilitasi, mereka sedang berjuang untuk sembuh melawan penyakit adiksi narkotika
serta dampak buruk akibat penyalahgunaannya.
Secara fisik mereka masih dapat
melakukan aktifitas keartisannya namun secara mental mereka sakit jiwanya.
Ada juga artis yang ditangkap penegak
hukum dan dipaksa direhabilitasi seperti John Lenon , Bob Marley , donovan
karena kepemilikan narkotika .
Sedang kan artis williams justru
dijebloskan ke penjara karena bertindak selaku pengedar , sebagai public figure
nilai beritanya sangat tinggi, apalagi artis bermasalah dengan narkotika
meskipun perannya sebatas penyalah guna maka beritanya akan dijadikan referensi
oleh masarakat.
Demikian pula artis narkotika yg banyak
tertangkap di indonesia beberapa saat yang lalu umumnya sebagai penyalah guna
(bedakan penyalah guna dengan pengedar) mereka adalah artis sakit dengan
kondisi fisik yang relatif bugar dapat beraktifitas secara wajar nanun dibalik
itu jiwanya sakit adiksi narkotika yaitu sakit ketergantungan narkotika dimana
fisik dan psyikisnya menagih narkotika setiap saat, terapinya masuk pada
wilayah kesehatan jiwa. Artis sakit ini tidak memiliki kamus efek jera karena
jiwanya agak terganggu.
Artis sakit ini menurut undang undang
yang berlaku dikatagorikan sebagai artis yang menggunakan narkotika tanpa hak
dan melawan hukum , oleh undang undang disebut penyalah guna , mereka diancam
hukuman penjara kurang dari lima tahun sehingga tidak memenuhi sarat untuk
ditahan . Mereka dijamin undang undang narkotika untuk direhabilitasi . Kalau
penyalah guna ini dimintakan visum / diasesmen oleh penyidik maka penyalah guna
berubah status hukum menjadi pecandu.
Artis pecandu ini yang merupakan
metamorpose dari penyalah guna menurut undang undang wajib direhabilitasi, dan
menjadi tanggung jawab negara. Itu sebabnya dibentuk BNN dan ada nomenklatur
Deputi Rehabilitasi.
Upaya rehabilitasi dapat dilakukan
melalui : Rehabilitasi secara mandiri atas beaya keluarganya. Rehabilitasi
dipaksa undang undang melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang
dilaksanakan oleh kemenkes , kemensos dan BNN dibiayai oleh APBN. Rehabilitasi
dipaksa penegak hukum melalui penempatan dilembaga rehabilitasi sejak
penyidikan, penuntutan sampai putusan hakim dibiayai oleh APBN.
Salah kaprah penanganan dan pemberitaan
artis atau pesohor yang menggunakan narkotika tanpa hak dan melanggar hukum,
dengan diberikan penahan dan hukuman penjara yang seharusnya direhabilitasi
seperti selama ini lumrah terjadi , menyebabkan runyamnya penyelesaian
narkotika di Indonesia . hal ini disebabkan penanganan dan pemberitaannya
seakan akan benar menurut hukum dan bisa menyelesaikan masalah narkotika di
Indonesia.
Trend
perkembangan penyalah guna narkotika
Secara khusus penelitian terhadap
penyalah gunaan narkotika di kalangan artis atau pesohor belum pernah dilakukan
, namun secara umum telah dilakukan penelitian oleh BNN dan Puslitkes UI yang
dilakukan setiap dua tahun sekali dimana hasilnya menunjukan jumlah penyalah
guna narkotika dari tahun ketahun mengalami kenaikan yang signifikan, dari awal
dilakukan penelitian BNN jumlahnya 1,5 juta yang sekarang ini sudah mencapai
5,8 juta . Apa arti semua ini bagi kita ?
Selaras dengan hasil penelitian
narkotika tersebut diatas, artis/ pesohor yang bermasalah dengan penyalahgunaan
narkotika di Indonesia jumlahnya cukup banyak, perkembangannya mengikuti deret
hitung, jaman know perkembangannya sudah memasuki deret ukur banyak artis yang
ditangkap dan dibawa ke pengadilan . Pada titik ini saya memberikan apresiasi
kepada penyidik karena prestasinya tetapi kalau penangan selanjutnya dilakukan
secara konvensional, di tahan oleh penyidik dan jaksa dan dipenjara oleh hakim
maka bisa membawa Indonesia masuk ke dalam “bencana” narkotika yg saat ini laju
perkembangannya sudah memasuki tahap
“darurat” narkotika .
Penyalah guna (drug user) berdasarkan
konvensi internasional dan undang narkotika kita wajib di jebloskan ke tempat
rehabilitasi tanpa babibu sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang undang
kepada penegak hukum.
Penyidik, penuntuk umum diberikan
kewenangan menjebloskan penyalah guna ke tempat rehabilitasi. Hakim juga diberi
kewenangan memvonis hukuman rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak
terbukti salah dalam sidang pengadilan secara terbuka. Masih berdasarkan undang
narkotika bahwa rehabilitasi itu hukuman dimana hukuman rehabilitasi itu secara
yuridis sama dengan hukuman penjara. Menurut penelitian singkat saya , bagi
penyalah guna narkotika hukuman rehabilitasi jauh lebih berat rasanya dibanding
hukuman penjara. Pada point ini banyak masyarakat yang tidak memahami .
Menurut literatur dan hasil penelitian
para ahli bahwa hukuman rehabilitasi jauh lebih baik dari pada hukuman penjara
karena:
Pertama, hukuman rehabiliatasi terasa
lebih berat dan bersifat menyembuhkan, dipenjara hanya dapat nestapa dan
melangengkan sakit ketergantunganya karena lapas tidak memiliki tupoksi
rehabilitasi.
Kedua, menghukum penyalah guna dengan
hukuman penjara menyebabkan penyalahguna jumlahnya makin lama makin bertambah
banyak karena penyalah guna lama tidak di pulihkan sementara timbul penyalah
guna baru.
Ketiga, bandar narkoba dunia melirik
indonesia karena pangsa pasarnya sangat besar .
Keempat, tidak ada gunanya menghukum
penjara orang kecanduan bahkan dapat dikatakan menghambur hamburkan sumber daya
penegakan hokum.
Melanggar
hak asasi manusia
Artis menggunakan narkotika secara tidak
sah dan melanggar hukum itu apabila ditangkap selanjutnya tidak dijebloskan ke
tempat rehab dan dihukum rehabilitasi adalah bentuk tindakan penegakan hukum
yang bertentangan dengan maksud undang undang narkotika dan tidak menghormati
hak asasi manusia dalam upaya mendapatkan derajat kesehatan yang diperjuangkan
pemerintah.
Disisi lain diluar artis ada jutaan
keluarga Indonesia pengguna narkotika secara illegal / tidak sah dan melanggar
hukum, yang dihantui rasa ketakutan karena takut ditangkap oleh penegak hukum
dan dijebloskan ketahanan atau penjara mengalahkan upaya rasional mereka guna
mendapatkan hak rehabilitasi untuk sehat sebagai elemen penting dalam hak asasi
manusia . Akibat salah kaprah dalam penanganan narkotika menyebabkan mereka
menjadi kesulitan untuk mendapatkan akses untuk pulih, dampaknya mereka
sepanjang hidupnya menjadi demannya peredaraan narkotika.
Seorang penyalah guna dalam perjalanan
hidupnya akan bermetamorpose menjadi pencandu, pecandu yang tidak mendapatkan
pertolongan dalam bentuk rehabilitasi berpotensi berdampak buruk dan rentan
kejangkitan penyakit ikutan seperti gangguan fungsi metabolesme, gangguan
penyakit lever, hepatitis, ginjal maupun terjangkit HIV AID.
Fenomena
artis narkotika
Narkotika adalah “obat” bermanfat untuk
menghilangkan rasa sakit sekaligus dapat menimbulkan penyakit adiksi /
ketergantungan narkotika apabila pemakaiannya tidak atas petunjuk dokter .
Effek ganda narkotika ini yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dilarang
bahkan diancam pidana dengan tujuan agar masyarakat termasuk artis atau pesohor
takut dan tidak menyalahgunakan narkotika.
Menurut undang undang no 35 tahun 2009
tentang narkotika dalam menangani penyalah guna narkotika menggunakan kontruksi
ancaman pidana melalui sistem peradilan pidana namun ketika penyalah guna
bermasalah dengan hukum maka penegak hukum wajib menerapkan sistem peradilan
rehabilitasi sejak disidik, dituntut sampai diadili . Mengapa demikian ? Karena
undang undang narkotika menganut double track system pemidanaan . Dimana
penyalah gunanya di proses melalui sistem peradilan pidana rehabilitasi
berakhir di lembaga rehabilitasi sedangkan pengedarnya di proses dengan sistem
peradilan pidana berakhir hukuman penjara.
Pada point ini masarakat hukum kita
tidak mempelajari maksud dan tujuan undang undang secara detail dan mengangap
undang undangnya yang salah.
Fenomena manfaat dan mudaratnya
narkotika yang tidak difahami oleh para artis /pesohor secara tidak lengkap ,
mereka tahunya hanya manfaat dari narkotika yaitu menghilangkan rasa sakit dan
dapat menstimulan aktifitas keartisannya tapi tidak memahami mudaratnya yaitu
sakit adiksi berkepanjangan dan tidak bisa berhenti atas inisiatif sendiri, ini
sangat merugikan bagi masa depan kesehatan artis itu sendiri, keluarga, bangsa
dan Negara.
Artis / pesohor yang membeli , membawa ,
memiliki narkotika dalam jumlah tertentu (sedikit) untuk dikonsumsi sendiri dan
temen2 dalam pesta narkotika bukan penjahat murni, menurut victimologi adalah
korban kejahatan para pengedar narkotika , yang oleh undang undang
dikriminalkan sebagai penyalah guna untuk diri sendiri, namun dibedakan proses
pertanggungan jawab pidananya maupun penjatuhan sangsinya karena mereka tidak
memiliki niat jahat , mereka membeli, memiliki narkotika hanya karena tuntutan
penyakit kecanduannya , tidak untuk dijual guna mendapatkan keuntungan , yang
dirugikan artis itu sendiri, mereka hanya mendholimi diri sendiri, namun secara
yuridis mereka pelanggar hokum.
Artis sakit adiksi narkotika itu umumnya
disebabkan karena salah pergaulan , mereka diajak teman deket untuk menjadi penyalah
guna narkotika , mereka untuk pertama kali menggunakan narkotika karena di
bujuk, diperdaya dirayu , ditipu dengan segala macam iming iming dengan segala
“kenikmatan” narkotika oleh temen deketnya, bahkan ada yang dipaksa .
sesungguhnya mereka adalah korban penyalahgunaan narkotika yang secara teknis
yuridis harus digali oleh penegak hukum karena korban penyalah guna narkotika
itu wajib direhabilitasi . Itu sebabnya kalau penyidik penuntut umum yang
menahan penyalah guna dan hakim menghukum penjara dalam proses pertanggungan
jawab hukum, masuk dikatagori melanggar hak asasi manusia karena menahan
tersangka penyalahguna tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Berbeda terhadap artis atau pesohor yang
membeli narkotika dalam jumlah tertentu ( banyak ) untuk dijual agar
mendapatkan keuntungan yang demikian digolongkan sebagai pengedar , mereka yang
harus dihukum berat. Mereka mempunyai niat jahat mencari keuntungan untuk
memperkaya diri dan menjerumuskan penyalah gunanya kedalam masalah adiksi ,
artis pengedar ini yang harus dihukum berat.
Pada akhirnya kita berharap Indonesia
dapat menyelesaikan masalah narkotika dengan baik sesuai undang undang no 35
tahun 2009 . Dimana undang undang narkotika ini sangat up to date ( meskipun
ada kekurangannya ) karena mengakomodasi tiga pilar utama cara penyelesaian
masalah narkotika yang harus dilakukan secara seimbang yaitu:
Pertama, terhadap penyalah guna
narkotika harus didorong , dipaksa dan ditangkapi untuk dijebloskan ke tempat
rehabilitasi agar tidak jadi pecandu / demand
Kedua, terhadap pengedarnya tidak hanya
diberikan hukuman berat seperti hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati
tapi juga harus dikenakan tindak pidana pencucian uang serta di putus jaringan
komunikasi bisnisnya selama menjalani hukuman dilapas agar tidak jadi pengedar
lagi / jera
Ketiga, terhadap masyarakat khususnya
remaja yang belum terlibat narkotika dibentengi dengan langkah pencegahan agar
tidak jadi embrionya penyalah guna yang punya sifat kecanduan .
Pada titik ini masarakat hukum dan
penegak hukumnya harus memilah dan mengawasi mana pelaku yang dikatagorikan
sebagai pengedar yang harus penjara , mana pelaku yang dikatagorikan penyalah
guna yang harus ditempatkan dilembaga rehabilitasi sebagai bentuk hukuman sejak
proses penyidikan, penuntutan, peradilan dan penjatuhan hukuman , kalau tidak
jangan mengharapkan penyalah gunaan dan peredaran narkotikanya menurun apalagi
berharap indonesia bebas dari penyalahgunaan narkotika.***
Sumber:
http://www.indonesiapost.co/index.php/regional/komjen-pol-dr-anang-iskandar-sik-sh-mh-artis-narkotika-dan-hak-asasi-manusia-bila-mengacu-uu-no-35-2009-narkotika/
0 komentar:
Posting Komentar